Proses Quantum Jiwa


Jiwa Kuantum

Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Mengapa jiwa tidak pernah membuat lompatan? Mengapa perjalanan jiwa seperti garis lurus, bila berubah pun seperti garis linier,  tidak kuantum? Mengapa hari ini selalu sama dengan hari kemarin, bahkan lebih buruk? Modal manusia sama. Jiwa manusia berkarakter sama. Namun mengapa ada yang mampu menempuh perjalanan Waliyullah? 

Habib Al-Ajami, awalnya seorang tukang riba dan melakukan beragam kekejian. Malik bin Dinar, awalnya pemuda yang gemar dengan musik. Malamnya diisi dengan riuh rendahnya nyanyian. Namun mengapa keduanya bisa disejajarkan dengan Hasan Al Bashri? Lompatan jiwa yang luar biasa. Abu Hanifah, awalnya hanya bergelut dalam bisnis saja, namun mengapa bisa pula meraih derajat imam mazhab?

Abdullah Ibnu Mubarrak, awalnya larut tenggelam pada kemabukan cinta pada wanita. Namun kemudian kemabukan berubah kepada Allah, mengapa bisa terjadi? Fudhail bin Iyad, awalnya seorang perampok yang terkenal, namun mengapa bisa menjadi ulama yang disejajarkan dengan Imam Abu Hanifah? Mereka pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, mengapa mereka bisa melakukan lompatan? Sedangkan kita terus dalam lumpur kerendahan? 

Jiwa mereka sama dengan kita. Nafsu mereka sama dengan nafsu kita. Semua manusia diberi bekal yang sama oleh Allah. Namun mengapa kedekatan kepada Allah berbeda? Mengapa kecintaan pada Rasulullah saw berbeda? Mengapa keteguhan pada kebenaran berbeda? Mengapa ada yang melonjak tajam pada ketinggian dan menukik tajam pada kerendahan? Ada juga yang datar saja? 

Semua orang bisa melihat dan memandang. Namun mengapa ada yang memandang alam hanya sebatas melihat keindahan dan merekam kenyataan, namun Muhammad bin Wasi bisa berkata, "Aku tidak pernah melihat sesuatu tanpa melihat Tuhan di dalamnya." Apa yang membedakan kita dengan Muhammad bin Wasi?

Semua orang memiliki hutang. Namun mengapa ketika Khalifah Harun Alrasyid bertanya pada Fudhail bin Iyad tentang hutangnya kepada orang lain dijawab, "Ya, hutang kepada Allah, yakni ketaatan kepada Allah, celakalah aku, bila Allah memanggilku untuk mempertanggungjawabkannya?" Mengapa jawaban hutang kita tidak sama dengan Fudhail bin Iyad?

Dzun Nun Al Mishri memperhatikan seorang nenek yang sedang berjalan sendiri. Sang nenek memakai tongkat dan memakai jubah bulu domba. Dzun Nun mendekati sang nenek, lalu bertanya, " Dari mana dan akan kemana nek?" Sang nenek menjawab, "Dari Allah dan menuju kepada Allah." Dzun Nun terperangah. Ditampar dengan jawaban sang nenek. Padahal Dzun Nun seorang ulama sufi yang terkenal. Mengapa jawaban perjalanan hidup kita tidak seperti sang nenek?

Setiap orang merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Apa penyebab kebahagiaan dan kesedihan? Itulah yang perlu diinsafi. Kualitas kebahagiaan dan kesedihan tergantung dari penyebabnya. Ahmad bin Masruq memilik definisi tersendiri tentang bahagia dan sedih. Dia berkata, "Jika seseorang mendapatkan kegembiraan dalam selain Allah, kegembiraannya membuahkan kesusahan." Dia pun memiliki definisi sendiri tentang kesepian, "Jika seseorang tidak akrab dengan pengabdian dengan Allah, keakrabannya membuahkan kesepian." Seperti itukah definisi kita?

Ya, itulah perbedaan mereka dan kita. Apa penyebabnya? Ahmad bin Muhammad bin Sahl Al-Amuli membedah penyebabnya. Dia berkata, "Terlena dalam kebiasaan alamiah mencegah seseorang dari menjangkau derajat ruhani yang terpuji." Kecendrungan alamiah adalah alat dan organ sisi hawa nafsu yang merupakan pusat tabir antara diri dengan Allah. Mengikuti kecendrungan alamiah manusia, itulah penghalang lompatan jiwa yang berlipat.


0 Komentar