Ketajaman Firasat, Melampaui Ilmu dan Akal

Ketajaman Firasat, Melampaui Akal dan Ilmu

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Firasat teruslah menajamkan firasat. Firasat itu pertolongan Allah untuk menjaga, melindungi dan membaca masa depan. Seorang tabiin mengungkap firasatnya bahwa yang bisa menaklukkan Konstantinopel adalah seorang khalifah yang namanya dari seorang Nabi. Maka Sulaiman bin Abdul Malik segera mengerahkan seluruh sumberdaya dan prajurit untuk merealisasikan janji Rasulullah saw tentang penaklukan Konstantinopel. Ternyata bukan atas namanya, tetapi Muhammad Al Fatih. Seorang khalifah yang menyematkan nama nabi Muhammad bukan nabi Sulaiman.

Syeikh Aaq Syamsudin dan Imam Qurani terus menempa pangeran Muhammad Al Fatih. Dalam firasat mereka berdua, pangeran ini yang akan mewujudkan janji Rasulullah saw tentang Konstantinopel. Firasat imam Malik terhadap Syafii kecil ternyata benar. Firasat seorang ulama di Mekkah yang menghentikan beberapa ulama yang sedang mentertawakan Al-Bukhari kecil karena baru menghafal beberapa hadist dalam sehari, ternyata benar. Al-Bukhari menjadi ulama hadist terkemuka dan terpercaya. Dengan firasat, kita mengetahui apa yang akan terjadi sebelum melangkah. Lalu segera menghindar sebelum bahaya terjadi. Atau segera bertindak bila hal itu bermanfaat.

Seorang ulama kontemporer, Muhammad Ahmad Rasyid, membedah kekuatan firasat dalam mengkreasikan masa depan. Firasat adalah kekuatan yang Allah turunkan kepada yang bertakwa dalam menghadapi tantangan zaman. Bukankah pemilihan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan firasat para ulama? Ditanggal itulah waktu yang tepat? Ditanggal itulah waktu kekosongan kekuasaan Jepang dan Belanda? Kemenangan kaum muslimin saat melawan tentara Mongol karena firasat seorang ulama yang bernama Izzudin Abdus Salam. Kapan waktu penyerangan? Bagaimana caranya? Para sultan berdiskusi dengan ulama. Imam Al-Ghazali menyebut ketajaman firasat sebagai terbukanya tabir antara dirinya dan Allah.

Imam Al Qusyairi dalam risalahnya menukil dari gurunya bahwa firasat adalah suara bathin yang masuk ke dalam hati. Muhammad Al Wasithi menambahkan bahwa firasat merupakan pancaran cahaya yang memancar ke dalam hati. Kekuatan makrifatnya membawa berbagai rahasia ke dalam hati, dari sesuatu yang gaib menuju yang gaib, sehingga mampu melihat sesuatu menurut sisi Tuhan memandang. Berkaitan dengan firasat Rasulullah saw bersabda, "Takutlah kalian pada firasat orang mukmin karena dia melihat dengan cahaya Allah."

Firasat bisa juga berbentuk mimpi. Mimpi yang benar seorang mukmin merupakan salah satu tanda Kenabian yang Allah sisakan di muka bumi ini. Abbas Asisi bercerita saat Najib Abdul Aziz dipenjara oleh Gamal Abdul Nasser. Dia bermimpi bahwa presiden Gamal Abdul Nasser sedang sekarat pada hari dan tanggal tertentu. Mimpi ini diceritakan kepada sahabatnya. Berita mimpi ini menyebar hingga ke kantor intelejen di Kairo. Dan ternyata mimpi tersebut benar-benar terjadi. Lalu bagaimana menajamkan firasat?

Imam Qusyairi mengatakan orang yang memiliki firasat, melihat segala sesuatu dengan cahaya Allah. Cahaya ini memancar ke dalam hati hingga dapat melihat berbagai makna atau nilai-nilai yang termanifestasikan dalam alam semesta. Ini merupakan keistimewaan iman. Kebanyakan mereka berkarakter Rabbani. Mereka berakhlak dengan akhlak Allah. Berfikir dengan pandangan Allah. Mereka kosong dengan pengaruh makhluk. Inilah penyebab tajamnya firasat.

Syah Al Kirmani mengatakan, "Barangsiapa yang menutup mata dari pandangan yang haram. Mencegah diri darinya dari syahwat. Menetapi batinnya dengan keabadian perasaan diawasi Allah, meneguhkan zahirnya untuk beristiqamah mengikuti sunnah Rasulullah saw. Membiasakan makan yang halal, maka firasatnya tidak mungkin salah." Firasat tak dapat diperoleh kecuali dengan riyadhah jasad, hati dan akal.

Firasat melampaui akal dan ilmu. Akal dan ilmu berasal dari apa yang sudah diketahui untuk menimbang, berfikir dan bertindak terhadap sesuatu. Akal menyimpan sesuatu yang pernah  ada. Ilmu berasal dari pengalaman, kejadian dan penelitian yang terus berulang sehingga dianggap telah baku. Namun bagaimana menghadapi sesuatu yang tidak dan belum diketahui, namun harus diambil tindakan? Atau kejadian tiba-tiba diluar nalar dan kebiasaan, namun harus bersegera diambil tindakan? Inilah gunanya firasat. Seorang pemimpin lebih banyak bergelut di ranah firasat. Sedangkan akal dan ilmu diranah para penasihat dan pendampingnya.

0 Komentar